MAKALAH
PEMBUATAN
TEMPE KEDELAI
Disusun:
O
L
E
H
Nama: Eko Baehaqi
L
E
H
Nama: Eko Baehaqi
Nim:
C51109198
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA PONTIANAK
FAKULTAS
PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Kata
"tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman
Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut
tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan
dengan makanan tumpi tersebut.Tempe adalah makanan yang dibuat
dari fermentasi terhadap
biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang
menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini
secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Tidak
seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak
jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini
sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan
masyarakat Jawa, khususnya
di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab
3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan
seting Jawa abad ke-16 (Serat
Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata
"tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe
(sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal
ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada
mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal
dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa—mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan
berkembang sebelum abad ke-16.
Selain itu
terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber
lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa.
Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai
sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe
mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang
memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan
menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe
menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan
dengan penyebaran masyarakat Jawa yang
bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air
Komposisi
gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak
banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun,
karena adanya enzim pencernaan
yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada
tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam
tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat
baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai
makanan semua umur.
Dibandingkan
dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara
kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen
terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi
protein, serta skor proteinnya.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan
dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah
dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan
pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat
dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe
akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab
timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi
tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu
serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi,
jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.
Sepotong
tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi.
Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam
perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
BAB II
BAHAN DAN ALAT
Tempat pengamatan
dilakukan di kediaman pengusaha tempe di pontianak yaitu Bapak Sudarpo , yang beralamatkan di jalan Purnama Gang Purnama Baru no 45.
Pada
hari minggu tanggal 26 februari 2012, pukul 16.00 WIB.
Tempe
adalah suatu makanan yang bahan dasarnya dari kedelei, adapun alat dan bahan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
BAB III
PEMBAHASAN
Terdapat
berbagai metode pembuatan tempe.Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia
secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan
pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi,
pembungkusan, dan fermentasi.
Pada tahap
awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi
sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap
air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai
supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.
Kulit biji
kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji
kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan,
diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah
dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi
biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara
alami agar diperoleh keasaman yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan
oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila
pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis[4], asam perlu
ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini
ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan
bakteri-bakteri beracun.
Proses
pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk
oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan
kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi
dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum
dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan
secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras,
atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar
Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran
inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu
dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan
langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah
diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk
fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun
pisang, daun waru,
daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara
karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari
daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.
Biji-biji
kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada
proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai,
menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu
20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat
biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih
tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya
membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Pemasaran
adalah salah satu tujuan dari hasil produksi tempe,penentuan tempat dan harga
dilakukan survey pasar dan harga sebelum produk tempe di pasarkan.
Dari
hasil produksi ada beberapa tempat pemasaran yang dilakukan oleh bapak Sudarpo yaitu :
Dari
ketiga pemasaran itu yang paling banyak stocknya yaitu di pasar flamboyan,
mengingat konsumen di pasar lebih banyak dibandingkan pemesan langsung dari
konsumen atau pembeli yang datang ke pabri tempe.
Harga
merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk
karena harga adalah satu dari empat bauran pemasaran / marketing mix (4P =
product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga
adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam
satuan moneter.
Harga
merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga
menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari
penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa.
Menetapkan
harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga
terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi
perusahaan.
Harga
tempe berfariasi tergantung dari besar kecilnya produk tempe. Karena bapak
sudarpo memproduksi tempe dengan berbagai ukuran dan hargapun berfariasi dari
Rp. 250,00 sampai Rp. 6000,00. Jika terdapat kenaikan bahan baku Bapak Sudarpo
tidak bisa sembarang menaikkan harga tempe di pasaran, melainkan ada
kesepakatan dengan pedagang lain. Harga yang paling kecil yaitu Rp. 250,00 .
BAB IV
PENUTUP
Dari
hasil pengamatan di rumah Bapak sudarpo, untuk pembuatan tempe di awali dengan
perebusan, pengupasan,perendaman, pencucian akhir, inokulasi dengan ragi, dan
pembungkusan. Untuk Fermentasi dapat dilakukan pada suhu
20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat
biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih
tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya
membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam. Untuk hasil produksi di pasarka di
pasar flamboyan walaupun ada juga yang langsung datang kerumahnya.
Sebaiknya
penggunaan kedelai menggunakan kedelai lokal, karena Faktanya
Kedelai lokal itu sebenarnya lebih baik karena pada umumnya kedelai yang
tersedia adalah kedelai yang baru saja dipanen sehingga lebih segar,
sementara kedelai impor biasanya sudah disimpan bertahun-tahun. Kedelai lokal
lebih banyak mengandung protein dan rasanya lebih gurih dan enak untuk diolah .
apalagi, kedelai lokal adalah kedelai asli hayati dari tanah air tercinta
Indonesia dan bukan kedelai transgenik seperti kedelai impor. Kedelai yang
ditanam di negara-negara maju 80 persen adalah organisme yang telah
dimodifikasi secara genetik (GMO).
Daftar Pustaka
Hermana & Karmini, M. (1999) The
Development of Tempe Technology. Di dalam Agranoff, J (editor dan penerjemah), The
Complete Handbook of Tempe: The Unique Fermented Soyfood of Indonesia, hlm.
80–92. Singapura: The American Soybean Association.
Astuti, M. (1999) History of the
Development of Tempe. Di dalam Agranoff, J., hlm. 2–13.
Huang, H. T. (2000). Science and
Civilisation in China, Volume VI:5. Cambridge: Cambridge University Press.
hlm. hlm. 342. ISBN 0521652707. (lihat di Penelusuran Buku Google)
http://id.wikibooks.org/wiki/Resep:Tempe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar