Sabtu, 30 Juni 2012

Reaksi uji asam amino


LAPORAN PRATIKUM BIOKIMIA
REAKSI UJI ASAM AMINO
DAN
PROTEIN

DI SUSUN
O
L
E
H

                                AHMAD SAYUTI                              C51109201
                                ANDRI SUWANDI                            C51109210
                                EKO BAEHAQI                                  C51109198
                                FIKRIYADI                                        C51109204
                                HELDA                                                C51109215
                                LIA ANJANI                                       C51109206
                                MARGARETHA SIAH                     C51109199
                                M.RANOVAL.AB                              C51109202




 




UNIVERSITAS TANJUGPURA PONTIANAK
FAKULTAS PERTANIAN AGROTEKNOLOGI
TAHUN AJARAN 2009/2010


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.

Protein (protos yang berarti ”paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang mempuyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.  Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida.

Proetin banyak terkandung di dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia. Seperti pada tempe, tahu, ikan dan lain sebagainya. Secara umum, sumber dari protein adalah dari sumber nabati dan hewani. Protein sangat penting bagi kehidupan organisme pada umumnya, karena ia berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak dan suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Maka, penting bagi kita untuk mengetahui tentang protein dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Oleh karena itu, kegiatan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida dari suatu protein, membuktikan adanya asam amino bebas dalam suatu protein, membuktikan adanya asam amino yang berinti benzena, mengetahui kelarutan protein terhadap suatu pelarut tertentu, dan mengetahui titik isoelektrik dari suatu protein secara kualitatif.

B.Tujuan Praktikum

Untuk memahami dan mendapat keterampilan berbagai uji kualitatif jenis protein dengan spesifitastertentu dan mampu menerapkan berbagai uji kuslitstif protein pada suatu sampel yang belum diketahui.



C.Manfaat

Setelah melakukan praktikum mahasiswa akan lebih mengerti reaksi kimia asam amino dan protein.

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Buiret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam suasana basa akan berekasi dengan polipeptida atau ikatan-ikatn peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida.
Semua asam amino, atau peptida yang mengandung asam-α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning.

Protein mengandung asam amino berinti benzen, jika ditambahkan asam nitrat pekat akan mengendap dengan endapan berwarna putih yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warnanya akan berubah menjadi lebih tua atau jingga. Rekasi ini didasarkan pada uji nitrasi inti benzena yang terdapat pada mulekul protein menjadi senyawa intro yang berwarna kuning

Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam dan basa. Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa; ada yang mudah larut dan ada yang sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti eter dan kloroform. Apabila protein dipanaskan atau ditambah etanol absolut, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molkeul protein.

Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya.
Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik Isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik (pI), suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya nol.

Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki protein, seperti kemampuan  membentuk warna dan mengendap ketika bereaksi dengan zat lain dapat digunakan untuk mengetahui keberadaanya pada sampel bahan yang belum diketahui.
Uji Ninhidrin adalah reaksi yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan kosentrasinya dalam larutan. Ninhidrin jika bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan warna violet. Warna tersebut dihasilkan dari semua asam amino dengan NH2 primer dan intensitas setiap warna tergantung pada kosentrasi asam amino. Hanya prolin yang mempunyai gugus amino sekunder yang memberikan warna kuning (Page, 1985).

Menurut Rismaka (2009), protein yang mengandung sedikitnya satu gugus karboksil dan gugus asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk persenyawaan berwarna. Uji ini bersifat umum untuk semua asam amino, dan menjadi dasar penentuan kuantitatif asam amino. Hasil yang negatif dari asam amino tersebut diduga akibat kosentrasinya yang kurang sehingga warna ungu yang dihasilkan tidak terdeteksi. Sedangkan akuades yang juga menunjukkan hasil yang negatif bukan suatu protein, karena akuades tidak memiliki gugus NH2, hanya terdiri atom H dan O.

Uji Biuret digunakan untuk mengindentifikasi ikatan peptida pada suatu protein. Suspensi protein yang dibuat alkalis dengan larutan natrium hidroksida lalu ditambah tembaga sulfat (dari Biuret) terbentuk warna ungu. Reaksi ini positif untuk zat yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida, jadi untuk semua protein atau polipeptida, dan negatif untuk asam amino yang tidak mempunyai ikatan peptida atau hanya terdapat satu ikatan peptida (Tarigan, 1983).

Terbentuknya warna ungu tersebut akibat Biuret bereaksi dengan protein, membentuk senyawa kompleks Cu dengan gugus -CO dan -NH pada asam amino dalam protein (Rismaka, 2009). Sedangkan prolin, tyrosin, fenilalanin, histidin, triptofan, dan sistein yang menunjukkan hasil negatif menandakan tidak ada ikatan peptida atau hanya terdapat satu ikatan peptida.




BAB III
METODOLOGI

Metode yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah menggunakan alat-alat, bahan-bahan, dan prosedur-prosedur sebagai berikut :

A.            Alat


  1. Pipet tetes
  2. Tabung reaksi
  3. Rak tabung reaksi
  4. Penjepit tabung reaksi
  5. Penangas air
  6. Alat permanas
  7. Pengatur waktu
  8. Pipet ukur





B.            Bahan


  1. Glisin
  2. Putih telur
  3. Aquades
  4. Reagen buret
  5. Kuning telur
  6. Nidrin



C.           Prosedur
1.       Uji Biuret
·         Sediakan 4 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masing-masing diisi dengan larutan Albumin, air, Gelatin dan Glisin sebanyak 1 ml.
·         Tambahkan pada setiap tabung  2 ml reagen buret kocok dan diamkan selama 30 menit.
·         Campur dengan baik.
·         Amati dan catat perubahan warna yang terjadi

2.      Uji Ninhidrin
·         Sediakan 3 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masing-masing diisi dengan larutan Albumin, Gelatin dan Glisin sebanyak 2 mL.
·         Tambahkan pada setiap tabung  0,5 ml  pereaksi Ninhidrin
·         Campur dengan baik, dan panaskan di penangas air hingga mendidih selama 5 menit.
·         Amati dan catat perubahan warna yang terjadi


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.     Uji Biuret

No.
Zat Uji
Hasil Sebelum Uji
Hasil Uji Biuret
Polipetida (+/-)
1
Putih telur
Ungu
Berwarna Violet
+
2
Kuning telur
Ungu
Berwarna Violet
+
3
Air
Bening
Berwarna Biru
-
4
Glisin
Ungu
Bewarna Violet
+
     

Semua sampel protein yang diuji selain campurannya air menunjukan reaksi yang positif dengan uji biuret.

      Berikut gambaran proses pembantukan ikatan peptida :

Ikatan peptida
 












      Jadi, ikatan peptida hanya terbentuk apabila ada dua atau lebih asam amino esensial yang bereaksi.




B.     Uji Ninhidrin
     
No.
Zat Uji
Hasil Sebelum Uji
Hasil Uji Ninhidrin
Asam amino bebas (+/-)
1
Gisin
Bening
Berwarna Ungu
+
2
Putih telur
Keruh
Berwarna Violet
-
3
Kuning telur
Putih susu
Biru Kekuningan
+

            Asam amino bebas adalah asam amino dimana gugus aminonya tidak terikat. Pada praktikum di atas glisin dan kuning telur membentuk warna ungu karena dapat bereaksi dengan Ninhidrin. Hal ini menandakan ketiga zat uji tersebut mempunyai gugus asam amino bebas.

            Sebaliknya, pada putih telur tidak diperoleh indikasi terbentuk atau adanya asam amino bebas, karena reaksi dengan ninhidrin tidak berwarna sampai membentuk warna merah muda. Semakin banyak ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji Ninhidrin dapat digunakan untuk menentukan asam amino secara kuantitatif.



BAB V
KESIMPULAN

  • Albumin, Gelatin, Kasein positif Polipetida. Sedangkan, Glisin negatif.
  • Pada Albumin, Geltain, Fenilanalin, terdapat asam amino bebas. Sedangkan Kasein dan Pepton tidak.
  • Pada Albumin dan Triptofan inti asam aminonya berupa benzena. Sedangkan Gelatin dan Kasein tidak.
  • Protein (Albumin dan Gelatin) larut pada akuadestilata, HCl 10 %, dan alkohol 96 %. Dan tidak larut pada NaOH 40 % dan kloroform.
  • Semakin kecil pH Buffer asetat pada uji Isoelektrik, semakin banyak endapan yang terbentuk.


BAB VI
DAFTAR PUSTAKA


Jalip, I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Laboratorium Kimia Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta.
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung

Sabtu, 23 Juni 2012

Manfaat Tempe


MAKALAH
PEMBUATAN TEMPE KEDELAI

Disusun:
O
L
E
H
Nama: Eko Baehaqi
Nim: C51109198

 



UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI 2012

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".


Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata "tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa—mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.
Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.


BAB II
BAHAN DAN ALAT
Tempat pengamatan dilakukan di kediaman pengusaha tempe di pontianak yaitu Bapak Sudarpo , yang beralamatkan di jalan Purnama Gang Purnama Baru no 45.
Pada hari minggu tanggal 26 februari 2012, pukul 16.00 WIB.
Tempe adalah suatu makanan yang bahan dasarnya dari kedelei, adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :


 BAB III
PEMBAHASAN
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe.Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.

Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis[4], asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.


Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Pemasaran adalah salah satu tujuan dari hasil produksi tempe,penentuan tempat dan harga dilakukan survey pasar dan harga sebelum produk tempe di pasarkan.
Dari hasil produksi ada beberapa tempat pemasaran yang dilakukan oleh bapak Sudarpo   yaitu :

Dari ketiga pemasaran itu yang paling banyak stocknya yaitu di pasar flamboyan, mengingat konsumen di pasar lebih banyak dibandingkan pemesan langsung dari konsumen atau pembeli yang datang ke pabri tempe.

Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah satu dari empat bauran pemasaran / marketing mix (4P = product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.

Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa.

Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan.
Harga tempe berfariasi tergantung dari besar kecilnya produk tempe. Karena bapak sudarpo memproduksi tempe dengan berbagai ukuran dan hargapun berfariasi dari Rp. 250,00 sampai Rp. 6000,00. Jika terdapat kenaikan bahan baku Bapak Sudarpo tidak bisa sembarang menaikkan harga tempe di pasaran, melainkan ada kesepakatan dengan pedagang lain. Harga yang paling kecil yaitu Rp. 250,00 .


BAB IV
PENUTUP
Dari hasil pengamatan di rumah Bapak sudarpo, untuk pembuatan tempe di awali dengan perebusan, pengupasan,perendaman, pencucian akhir, inokulasi dengan ragi, dan pembungkusan. Untuk Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam. Untuk hasil produksi di pasarka di pasar flamboyan walaupun ada juga yang langsung datang kerumahnya.

Sebaiknya penggunaan kedelai menggunakan kedelai lokal, karena Faktanya Kedelai lokal itu sebenarnya lebih baik karena pada umumnya kedelai yang tersedia  adalah kedelai yang baru saja dipanen sehingga lebih segar, sementara kedelai impor biasanya sudah disimpan bertahun-tahun. Kedelai lokal lebih banyak mengandung protein dan rasanya lebih gurih dan enak untuk diolah . apalagi, kedelai lokal adalah kedelai asli hayati dari tanah air tercinta Indonesia dan bukan kedelai transgenik seperti kedelai impor. Kedelai yang ditanam di negara-negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO).


Daftar Pustaka
Hermana & Karmini, M. (1999) The Development of Tempe Technology. Di dalam Agranoff, J (editor dan penerjemah), The Complete Handbook of Tempe: The Unique Fermented Soyfood of Indonesia, hlm. 80–92. Singapura: The American Soybean Association.
Steinkraus, K. H. (Penyunting) (1996), hlm. 18 (lihat di Penelusuran Buku Google)
Astuti, M. (1999) History of the Development of Tempe. Di dalam Agranoff, J., hlm. 2–13.
Huang, H. T. (2000). Science and Civilisation in China, Volume VI:5. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. hlm. 342. ISBN 0521652707.  (lihat di Penelusuran Buku Google)
http://id.wikibooks.org/wiki/Resep:Tempe